Kalau biasanya horor Jepang identik dengan rambut panjang nutupin wajah, suara mendesah serak dari TV rusak, atau arwah penasaran yang muncul di lorong sekolah, film “Exit 8” memilih jalur lain. Film ini bukan horor “teror visual” yang mengandalkan hantu atau darah, tapi horor yang datang pelan-pelan, nyaris tanpa suara, dan bikin kepala penonton gatal karena dipaksa mikir: ada yang tidak beres, tapi apa?
Buat yang belum tahu, film ini adaptasi dari game indie populer dengan nama sama, yang sempat viral dua tahun lalu. Intinya simpel: kamu terjebak di lorong stasiun kereta bawah tanah, dan satu-satunya jalan keluar hanya lewat “Exit 8.” Kedengarannya mudah? Tunggu dulu. Karena setiap kali kamu jalan, selalu ada “sesuatu” yang berubah. Bisa posternya, bisa sosok orang asing, bisa panjang lorongnya, dan kalau kamu salah ambil keputusan, ya balik lagi ke awal. Gitu-gitu saja. Dan justru di situlah letak horornya.

Lorong Misterius Tanpa Ujung
Versi filmnya nyaris sama persis dengan game di jam pertamanya. Kita diajak mengikuti karakter utama jalan, lagi, jalan, lagi, sambil mengamati detail kecil. Bedanya, kalau di game kamu bisa klik “restart,” di film ini penonton hanya bisa duduk pasrah sambil berharap ada sesuatu yang terjadi.
Dan “sesuatu” itu memang terjadi. Kadang ada orang asing tiba-tiba nongol di lorong, padahal sebelumnya tidak ada. Kadang lorong terasa lebih panjang. Kadang lampu kedip-kedip lebih lama dari biasanya. Semua ganjil nya kecil, tapi perlahan jadi sumber teror. Penonton dipaksa jadi detektif mata elang, menunggu kapan keanehan berikutnya muncul. Ini horor yang membuat kepala capek, bukan jantung copot.
Yang membuat menarik, film ini memberi sedikit backstory yang tidak ada di gamenya. Tidak banyak, tapi cukup membuat penonton mikir: apakah lorong “Exit 8” ini semacam limbo modern? Glitch dunia nyata? Atau delusi si karakter? Jawabannya? Tentu saja tidak dikasih. Karena begitu dikasih, habislah daya misterinya.

Horor Minim Musik, Justru Membuat Paranoid
Biasanya film horor suka mengandalkan scoring untuk membuat penonton kaget. Di film “Exit 8” justru kebalikannya: minim musik. Yang kedengaran hanya suara langkah kaki, hembusan AC, atau lampu neon yang berdengung. Sepi, tapi justru bikin tegang karena telinga kita ikut waspada.
Uniknya, bagian pembuka dan penutup film justru dikasih musik orkestra gegap gempita. Kontras sekali dengan bagian tengah film yang sunyi senyap. Seolah-olah filmnya ingin bilang, “Tenang, kita bukan lagi di dunia nyata. Selamat datang di mimpi buruk.” Efeknya? Aneh, tapi nempel di kepala.

Dari Game ke Film: Ada yang Hilang, Ada yang Bertambah
Buat pemain gamenya, jelas akan merasa familiar. Bahkan ada bagian yang sama persis, sampai-sampai seperti nonton walkthrough. Bedanya, film ini memberi tambahan cerita kecil yang bikin lorong itu nggak cuma sekadar “ruangan puzzle.” Ada interaksi dengan karakter lain, ada bayangan masa lalu, dan ada sedikit bumbu drama.
Apakah tambahan ini sukses? Separuh iya, separuh tidak. Untuk penonton baru, lumayan membantu supaya tidak terlalu monoton. Untuk yang sudah main game, bisa jadi malah terasa kurang menggigit. Karena jujur saja, inti horor “Exit 8” tetap ada di “temukan perbedaan” yang membuat kepala pusing tujuh keliling.

Kesimpulan: Horor Psikologis yang Bisa Membuat Benci Stasiun Kereta Bawah Tanah
Film “Exit 8” jelas bukan horor untuk semua orang. Kalau kamu tipe penonton yang butuh jump scare tiap lima menit, film ini akan terasa kayak meditasi gagal. Tapi kalau kamu sabar, suka mengulik detail, dan menikmati rasa gelisah yang pelan-pelan numpuk, film ini akan kasih pengalaman horor yang beda. Film ini memang bisa juga disebut horor psikologis yang mempermainkan psikismu.
Nilai plusnya, film berhasil menangkap “anomaly horror” ala gamenya dengan cukup setia. Nilai minusnya, ya itu tadi: ada bagian yang berasa repetitif, dan tambahan ceritanya tidak selalu berhasil. Tapi di luar itu, film “Exit 8” tetap jadi tontonan unik yang bikin lorong stasiun bawah tanah, yang biasanya hanya tempat menunggu kereta, sekarang terasa seperti pintu masuk ke mimpi buruk.
Dan percayalah, setelah menonton film ini, setiap kali kamu jalan di lorong bawah tanah, pasti bakal bertanya ke diri sendiri: “Apa tadi tanda keluar itu selalu ada di sana?”