Satu Sutradara, Seribu Teori: Ketika Sinefil Terlalu Niat Bahas Film Karya Joko Anwar

Akhirnya film terbaru dari sutradara visioner dari Indonesia, Joko Anwar, sudah dirilis yang berjudul “Pengepungan di Bukit Duri”. Setiap kali Joko Anwar merilis film baru, satu fenomena yang sudah pasti terjadi. Fenomena yang dimaksud adalah munculnya teori-teori liar dari para sinefil yang fanatik dengan semua karya sutradara Joko Anwar. Dalam hitungan jam sejak film karyanya tayang perdana, linimasa media sosial akan dibanjiri spekulasi seperti: “Wah karakter ini kayaknya inkarnasi dari karakter di film sebelumnya deh.” Atau seperti ini: “Perkumpulan itu pasti ada hubungannya sama Herosase di film “Pintu Terlarang” deh.” Apakah ini bentuk cinta atau obsesi yang terlalu mendalam?

JokoVerse: Teori Satu Semesta

Sinefil di Indonesia, khususnya yang sudah mengikuti karya Joko Anwar sejak film “Janji Joni”, punya semacam kebutuhan spiritual untuk mengaitkan setiap karya sutradara yang sudah diakui dunia ini. Film “Modus Anomali” contohnya, pasti diam-diam adalah prekuel dari film “Pengabdi Setan”. Atau mungkin film “Pengabdi Setan” sendiri, bisa jadi menyambung ke film “Perempuan Tanah Jahanam”. Bahkan film “Gundala” yang jelas-jelas bagian dari Jagat Sinema Bumilangit, kadang-kadang juga diseret masuk ke dalam semesta horor dari Joko Anwar. Apakah ada logika yang dipakai untuk itu? Tidak selalu jelas. Tapi kesamaannya selalu ada: detail kecil yang selalu dianggap petunjuk, dialog yang dianggap kode, atau cameo yang diduga adalah multiverse traveler. Dan serunya, Joko Anwar tidak pernah secara eksplisit membenarkan atau membantah teori-teori tersebut. Dia seperti orang tua bijak yang membiarkan anak-anaknya bermain di taman imajinasi tanpa batas. Sungguh sutradara yang visioner bukan?

Joko Anwar ketika proses shooting film “Siksa Kubur” (Sumber: RRI)

Sinefil: Antara Detektif dan Penikmat

Yang lebih menariknya lagi, tidak semua penonton film karya Joko Anwar punya waktu (atau energi lebih) untuk terlibat dalam investigasi a la serial “Stranger Things” terhadap karya-karyanya. Ada juga sekelompok penonton yang membeli tiket bioskop untuk sekedar menikmati karya spektakuler dari Joko Anwar, terlebih menikmati gaya sinematiknya yang selalu eyegasm, dan menarik kesimpulan kalau semua karya Joko Anwar itu selalu bagus dalam segi apapun. Gaya visual yang khas, atmosfer yang mencekam, naskah yang penuh kejutan, dan kemampuan merangkai mitos lokal menjadi kisah universal adalah kekuatan utama dari Joko Anwar. Bahkan tanpa embel-embel teori semesta yang sama, film karyanya selalu kuat untuk berdiri sendiri. Namun, justru karena kualitas filmnya itulah, diskusi setelah menonton filmnya semakin seru. Ini bukan hanya sekedar menonton film, sinefil merasa tertantang untuk ‘membongkar lapisan tersembunyi’ dalam setiap frame yaitu setiap simbol bisa menjadi misteri dan setiap siluet bisa berarti koneksi.

Salah satu atmosfer mencekam di film “Pengabdi Setan” karya Joko Anwar (Sumber: Dewi Magazine)

Visioner atau Puzzle Master?

Joko Anwar tidak hanya membuat film, dia menciptakan ekosistem diskusi. Mau kalian penonton santai yang hanya ingin takut atau tercengang dengan teman, atau sinefil yang rela bikin thread sampai puluhan slide tentang kemunculan karakter misterius atau simbol yang ada di filmnya untuk koneksi di film karya sebelumnya. Semuanya punya ruang dalam dunia Joko Anwar. Dan di sinilah letak kekuatan utamanya, semua film karyanya tidak selesai saat end credit bergulir. Filmnya terus hidup di kepala penonton, di kolom komentar, dan dimanapun diskusi itu berada. Sepertinya visi Joko Anwar sebagai sutradara bukan hanya untuk sekedar menyajikan cerita, tapi juga membuka ruang untuk interpretasi. Jadi, bukan soal salah atau benar, ini soal bagaimana film bisa menjadi percakapan bahkan perdebatan yang menyenangkan.

Simbol-simbol yang ada di serial “Nightmares and Daydreams” (Sumber: Netflix)

Kesimpulan: Liar Tapi Sah

Jadi apakah teori-teori sinefil tentang JokoVerse masuk akal? Terkadang iya, terkadang mengada-ada bahkan di luar logika. Tapi bukankah itu adalah bagian dari keseruan menonton film? Di film terbarunya “Pengepungan di Bukit Duri” yang tayang serentak di Indonesia mulai 17 April 2025, dikonfirmasikan kalau tidak akan ada teori-teori dari film sebelumnya. Namun, bukan berarti tidak akan ada teori lain yang akan dibuat oleh sinefil terutama sinefil yang fans berat Joko Anwar, untuk menghubungkan ke film-film karya Joko Anwar sebelumnya. Apapun teori baru yang dibuat oleh sinefil, setiap karya terbaru dari Joko Anwar jangan sampai terlewatkan di layar bioskop.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *