“Omniscient Reader: The Prophecy”: Saat Nama Jisoo “BLACKPINK” Dijadikan Umpan Clickbait Global

Film Korea terbaru “Omniscient Reader: The Prophecy” lagi-lagi membuktikan bahwa industri hiburan tak segan mengeksploitasi popularitas idola K-pop demi jatah trending. Kali ini, Jisoo BLACKPINK jadi ‘senjata’ pemasaran global yang bikin banyak penonton merasa dikhianati.

Masalahnya bukan karena Jisoo akting jelek. Bukan juga karena filmnya buruk (meski banyak yang punya pendapat berbeda). Yang bikin publik gerah adalah caranya tim distribusi internasional menjual nama Jisoo, seolah-olah dia adalah bintang utama film ini. Padahal kenyataannya? Jisoo muncul cuma sebentar, bahkan nyaris seperti cameo yang telat masuk frame.

Poster Korea vs Poster Luar Negeri: Spot the Lies

Versi poster film yang beredar di Korea menampilkan formasi pemain yang terasa adil dan masuk akal. Pemeran utama, Chae Soo-bin, tampil di posisi sentral bersama pemeran pria lainnya. Sementara Jisoo ditempatkan di belakang, bersama karakter pendukung lain.

Namun, ketika film ini dilempar ke pasar internasional, ada perubahan yang cukup mencolok dan, jujur saja, terasa licik. Poster luar negeri justru menempatkan Jisoo di bagian depan dengan ukuran wajah yang lebih besar dari siapa pun. Seolah-olah film ini tentang dia. Seolah-olah kita bakal nonton karakter Jisoo dari awal sampai akhir.

Realitasnya? Banyak penonton yang baru sadar mereka ‘tertipu’ saat film sudah masuk pertengahan dan Jisoo belum juga nongol. Ketika akhirnya muncul pun, perannya terbatas. Gak penting-penting amat, gak transformative juga. Tapi namanya sudah lebih dulu dijual habis-habisan.

Perbedaan poster “Omniscient Reader: The Prophecy” Korea dan di luar Korea

“Eksploitasi murahan” atau “strategi marketing”?

Netizen tentu enggak tinggal diam. Di media sosial, komentar pedas bermunculan.

Ini sih udah bukan promosi, tapi eksploitasi terang-terangan.”

Bayar tiket karena poster, nonton karena Jisoo, tapi yang dapet malah drama murahan berdurasi dua jam.

Jisoo jadi korban marketing clickbait.”

Kemarahan fans bisa dimengerti. Ini bukan pertama kalinya nama idol K-pop dipakai buat ngangkat hype proyek film atau drama yang sebenarnya nggak relevan sama mereka. Tapi mungkin baru kali ini skemanya semencolok ini, dan semenyakitkan itu buat fans yang udah berharap lebih.

Beberapa bahkan menyerukan agar nama Jisoo gak lagi dipakai untuk menjual konten yang tak sesuai dengan porsinya. “Kalau peran Jisoo kecil, kenapa harus dia yang dipajang paling besar di poster?” tanya seorang pengguna X (Twitter).

Sutradara Buka Suara: “Kami sengaja pilih Jisoo agar karakter ini dikenali”

Tentu saja, isu ini akhirnya sampai ke telinga sang sutradara, Kim Byung-woo. Dalam wawancara, ia mengakui bahwa karakter Lee Ji-hye (yang diperankan Jisoo) memang baru muncul di paruh akhir film. Karena itulah mereka memilih seseorang dengan visibilitas besar.

Menurutnya, langkah ini dilakukan bukan untuk menjebak, melainkan agar karakter Lee Ji-hye “tetap membekas di benak penonton”. Tapi yang jadi pertanyaan: membekas karena impact dramatis atau karena embel-embel nama besar BLACKPINK?

Klarifikasi ini justru memperkuat kecurigaan bahwa peran Jisoo dari awal memang cuma jadi pemanis. Bukan elemen penting dalam narasi, tapi cukup laku dijual untuk kebutuhan box office global. Dalam dunia film, ini disebut marketing-driven casting, dan sepertinya industri Korea sedang nyaman-nyamannya bermain di ranah ini.

Menjual nama, bukan kualitas

Kita tahu Jisoo bukan sekadar idola. Dia punya karisma, penggemar global, dan potensi akting yang bisa diasah. Tapi saat dia dijadikan maskot untuk film yang bukan tentang dia, rasanya mirip kayak beli minuman karena labelnya BLACKPINK, tapi isinya air mineral biasa.

Apa yang dilakukan distributor internasional film ini adalah bukti bahwa industri hiburan masih punya masalah besar dengan kejujuran pemasaran. Poster adalah janji visual. Dan ketika janji itu dilanggar demi angka penjualan, yang rusak bukan cuma kredibilitas filmnya—tapi juga kepercayaan penontonnya.

Akhir kata: Jisoo deserves better

Kalau niatnya hanya numpang nama, sebaiknya pikir dua kali. Karena yang jadi korban bukan cuma penonton yang merasa dibohongi, tapi juga si idola itu sendiri. Dalam kasus ini: Jisoo.

Alih-alih memperkuat reputasinya sebagai aktris, strategi pemasaran ini justru berpotensi merusak citra Jisoo sebagai pemain film serius. Bukan karena dia gagal, tapi karena tim marketing tak tahu (atau tak peduli) bagaimana caranya memperlakukan artis sekelas dia dengan wajar.

Dan buat kita sebagai penonton? Mungkin sudah waktunya lebih jeli melihat mana poster yang jujur dan mana yang cuma pencitraan murahan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *