Ketika “Rombongan Hantu” Kalah Pesona Dengan Para Bocil: Fenomena Film Jumbo di Layar Lebaran 2025

Di tengah pesta pora film horor yang tak henti-henti menyuguhkan mahluk tak kasat mata-lengkap dengan rambut panjang, baju putih panjang menjuntai, suara serak dan efek suara yang niat banget-datanglah film Jumbo, sebuah film animasi lokal, membawa angin segar sekaligus tamparan lembut (atau tidak begitu lembut) bagi industri perfilman Indonesia. Siapa sangka, diantara film Pabrik Gula dan Qodrat 2 yang sejak awal mendominasi perbincangan lebaran 2025, justru Don-bocah tambun dengan pipi menggemaskan dan gaya bicara polos tapi ngena-yang mencuri perhatian dan, tentu saja, hati para penonton.

Ya, film Jumbo, film animasi karya Ryan Adriandhy, dan timnya, secara perlahan namun pasti, berhasil naik ke permukaan. Bukan hanya sekedar naik, tapi melonjak bak roket yang penuh semangat dan keberanian. Dalam beberapa hari saja, grafik penonton film Jumbo mendaki curam, meninggalkan “rombongan hantu” yang biasanya laris manis seperti gorengan di musim hujan.

Don, Nurman dan Maesaroh, 3 karakter di film Jumbo (foto: Visinema Studios)

Show film Jumbo dilaporkan selalu penuh. Antrian panjang di bioskop menjadi pemandangan umum, dan tak sedikit penonton yang sampai harus berburu tiket dari pagi buta demi bisa menonton petualangan Don dan kawan-kawan. Sebuah pemandangan yang, jujur saja, lebih menyenangkan dilihat, daripada melihat anak kecil yang dibawa nonton film horor sambil menutup mata sepanjang film, terlebih film horor dengan rating 21+.

Namun, seperti layaknya film Indonesia yang sukses, film Jumbo juga tidak luput dari kritikan. Beberapa pihak mengangkat alis tinggi dan menunjuk karakter Meri-sosok hantu baik hati dalam film-yang menurut mereka tak selaras dengan nilai-nilai akidah. Tapi mereka lupa, bahwa banyak pelajaran berharga dalam film Jumbo ini, seperti persahabatan, bullying, lebih mendengarkan dan yang terpenting, keberanian untuk mewujudkan mimpi menjadi nyata. Kritik ini meski sah-sah saja, namun tak mampu membendung gelombang apresiasi dari banyak kalangan yang melihat film Jumbo sebagai sebuah pencapaian besar: dari segi grafis, kualitas cerita, hingga keberanian menabrak pakem film animasi lokal.

Dan jangan lupakan faktor pendukung yang tak kalah penting: lagu tema film Jumbo yang berjudul “Selalu Ada di Nadimu” yang dibawakan dalam dua versi namun sama-sama emosional oleh Bunga Citra Lestari (BCL), Prince Poetiray dan Quinn Salman. Lagu yang tak hanya nyaman di kuping, tapi juga sukses bikin penonton berkaca-kaca tanpa sadar. Kapan terakhir kali film animasi Indonesia berhasil bikin orang dewasa diam-diam air mata pakai jaket (atau ujung bajunya)?

Film Jumbo bukan sekedar film animasi. Ia adalah bukti bahwa kreativitas dan keberanian menembus zona nyaman bisa menghasilkan karya yang luar biasa. Ketika industri begitu nyaman menjejalkan penonton dengan cerita hantu yang tak kasat mata dan juga terornya, film Jumbo datang dengan kejutan yang tak hanya menghibur, tapi juga menyentuh dan menyegarkan.

Suka atau tidak suka, film Jumbo sudah mencetak sejarah: menjadi Raja ditengah kerumunan film horor yang terus menerus bermain aman (bahkan beberapa tak masuk akal). Dan Don, bocah tambun itu, kini punya tempat istimewa di hati para penonton-mungkin juga mengusik mimpi para hantu yang biasanya mendominasi layar bioskop.

Selamat datang di era baru film Indonesia. Era dimana “menyeramkan” tak lagi jadi satu-satunya syarat laris sebuah film.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *