Film “Snow White” Gagal di Box Office, Gal Gadot Salahkan Politik Terkait Palestina?

Film Snow White garapan Disney akhirnya masuk daftar panjang live-action yang gagal bersinar. Padahal, nama besar Gal Gadot sebagai Queen Evil semestinya cukup menjanjikan perhatian global. Namun, alih-alih menjadi gebrakan baru, film ini justru karam di box office.

Yang menarik, kegagalan tersebut tidak hanya dibaca dalam kacamata artistik atau strategi pemasaran, melainkan juga politik. Dalam sebuah wawancara dengan program televisi Israel The A Talks, Gadot secara gamblang menyebut “tekanan politik di Hollywood”—terutama terkait konflik Israel-Palestina—turut memengaruhi penerimaan publik terhadap filmnya.

Pernyataan ini kontan menambah dimensi baru dalam wacana runtuhnya Snow White. Dari sekadar kegagalan komersial, kasus ini berubah menjadi medan tarik-menarik antara politik identitas, persepsi publik, dan strategi industri hiburan.

Dua Wajah, Dua Narasi

Relasi personal antar-pemeran turut mewarnai drama di balik layar. Gadot, yang dikenal sebagai pendukung Israel sekaligus mantan anggota Israel Defence Force (IDF), berhadapan dengan lawan mainnya Rachel Zegler yang secara terbuka mendukung kemerdekaan Palestina.

Zegler bahkan sudah menyuarakan dukungan tersebut sejak trailer Snow White dirilis. Perbedaan posisi politik ini tak pelak menempel pada narasi pemasaran film, membuat publik melihat film bukan lagi sekadar hiburan, tetapi representasi simbolis dari konflik geopolitik yang masih membara.

Tekanan dan Persepsi

“Di Hollywood ada tekanan bagi selebriti untuk menentang Israel. Dan itu memang terjadi,” ujar Gadot. Ia mengaku bahwa ketika Snow White rilis, banyak kritik yang diarahkan kepadanya lebih karena identitasnya sebagai orang Israel ketimbang kapasitasnya sebagai aktris.

Pernyataan ini membuka diskusi lebih luas: sejauh mana identitas politik seorang aktor memengaruhi nasib sebuah film? Industri hiburan global memang tidak pernah steril dari politik, namun klaim Gadot menyoroti bagaimana sentimen publik dapat meluber hingga ke ranah konsumsi budaya populer.

Klarifikasi yang Terlambat

Namun tak lama setelah pernyataannya viral, Gadot buru-buru melakukan klarifikasi lewat Instagram. Ia mengaku jawabannya di wawancara tersebut lahir dari sudut pandang emosional. Menurutnya, kegagalan Snow White bukan semata akibat tekanan politik, melainkan kombinasi banyak faktor: kualitas film, strategi promosi, hingga ekspektasi penonton.

Pernyataan ini terkesan sebagai usaha menyeimbangkan narasi. Tetapi publik telanjur menangkap satu hal: Disney kini punya film besar yang gagal, dan Gal Gadot menempatkan dirinya di tengah pusaran isu yang lebih besar daripada sekadar akting.

Cermin Kerapuhan Disney

Kisah Snow White seolah menjadi cermin kegamangan Disney sendiri. Kontroversi “casting woke”, kritik CGI kurcaci, hingga perubahan jalan cerita hanyalah bagian dari daftar panjang perdebatan publik. Namun dengan pernyataan Gadot, kegagalan finansial film ini kini terhubung dengan geopolitik Timur Tengah, menciptakan bayangan yang lebih kompleks.

Apakah benar boikot diam-diam dari simpatisan Palestina turut berperan? Atau film ini memang sejak awal lemah secara kreatif? Pertanyaan-pertanyaan ini akan terus menghantui, sementara Disney menelan kerugian besar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *