Soraya Rasyid Masuk Top 29 Miss Universe Indonesia 2025: Panggung Kecantikan atau Panggung Lupa Ingatan?

Di antara lantunan pujian tentang confidence, brain, dan beauty, panggung Miss Universe Indonesia 2025 kedatangan satu nama yang bikin alis netizen otomatis naik dua senti: Soraya Rasyid. Ya, yang itu. Aktris, selebgram, dan alumni industri sinetron dengan portofolio yang… yah, beragam. Dan kini ia resmi masuk dalam Top 29 finalis.

Ajang pemilihan yang katanya mencari role model perempuan Indonesia ini, mendadak terasa seperti comeback show untuk publik figur yang ingin rebranding lewat gaun malam dan wawancara bertema empowerment. Tak salah, tapi tetap saja mencengangkan. Karena Soraya bukan sosok baru — dan jejak digitalnya jelas tak pakai filter.

Soraya Rasyid dalam audisi Miss Universe Indonesia 2025

Dari Akting ke Advocacy?

Soraya Rasyid bukan sekadar cantik. Pemeran Imas dalam film “Preman Pensiun” dikenal juga dari layar kaca, unggahan-unggahan panas di media sosial, dan obrolan netizen yang kerap bertanya, “Dia siapa sih sebenarnya?” Kini, ia muncul dengan selempang dan siap mewakili Indonesia — atau setidaknya mewakili babak baru dalam kariernya.

Bertolak belakang dari citra ideal Miss Universe yang anggun dan berbudi, kehadiran Soraya justru memancing debat panas: apakah brand personal bisa dikesampingkan demi panggung yang katanya selektif dan visioner?

Yang lebih seru, sejumlah pihak menyebut langkah Soraya sebagai bukti inklusivitas. Tapi netizen — oh, netizen — malah menyebutnya sebagai festival amnesia massal.

Ajang Kecantikan atau Lomba Viral?

Miss Universe Indonesia tahun ini tampaknya sedang melakukan eksperimen sosial berskala nasional. Dengan formula: sedikit glamour, segenggam konten viral, dan dosis besar toleransi publik. Soraya bukan satu-satunya finalis yang memancing kontroversi, tapi ia berhasil mencuri headline berkat portofolio masa lalu yang membuat panitia ajang ini terlihat… “berani”.

Apakah ini bagian dari rebranding Miss Universe Indonesia agar lebih relevan di tengah serbuan TikTok dan reels berdurasi 15 detik?

Kalau benar begitu, maka selamat. Mereka berhasil. Karena publik bicara. Meski yang dibicarakan bukan visi, advokasi, atau pencapaian. Tapi: “Kok dia bisa lolos?”

Netizen: Juri Sebenarnya

Sosial media, seperti biasa, lebih cepat daripada konferensi pers panitia. Dari Twitter hingga TikTok, komentar netizen meledak seperti popcorn: pedas, spontan, dan tak terkontrol.

Track record-nya lolos sensor? Hebat banget panitianya.

Ini ajang Miss Universe atau acara temu alumni artis kontroversial?

Tentu saja, dalam negara demokrasi — dan industri hiburan kapitalistik — siapa pun boleh daftar. Tapi, pertanyaannya bukan soal boleh atau tidak. Melainkan soal pantas atau tidak. Dan itulah dilema terbesar ajang ini: ketika panggung glamor mulai terasa seperti panggung toleransi berlebihan terhadap segala bentuk pencitraan.

Cantik, Tapi Apakah Mewakili?

Ajang Miss Universe tak sekadar soal gaun gemerlap dan Q&A yang berakhir dengan, “I want world peace.” Ia seharusnya menjadi etalase nilai dan integritas. Maka ketika figur publik dengan sejarah konten seksi dan rekam jejak problematis melenggang ke panggung nasional, kita patut bertanya:

Apakah ini representasi perempuan Indonesia yang dihayalkan panitia? Atau hanya cermin dari pasar media sosial yang makin dangkal?

Catatan Akhir: Dunia (Memang) Panggung Sandiwara

Soraya Rasyid bisa saja tampil memesona dalam balutan evening gown dan berbicara soal pemberdayaan perempuan. Tapi di balik selempang dan senyuman itu, publik masih ingat. Internet tidak lupa. Dan ajang ini, suka tidak suka, kini lebih terasa seperti reality show daripada perayaan integritas perempuan.

Kita tunggu saja. Apakah Soraya akan membungkam kritik lewat aksi nyata, atau justru membuktikan bahwa selempang bisa jadi alat marketing paling murah — asalkan cukup viral.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *