Review “The Most Beautiful Girl in The World” : Romansa Komedi yang Cantik, Manis Meskipun Dengan Cerita Yang Klise!

Industri film Indonesia tampaknya mulai lupa bahwa romansa komedi bisa menjadi sajian menyenangkan tanpa harus dipaksa menjadi “film serius dengan pesan mendalam” atau malah menjadi “drama receh yang penuh gimmick”. Beruntungnya “The Most Beautiful Girl in The World” hadir sebagai pengingat: bahwa film bisa tetap lucu, manis dan romantis, dengan bumbu-bumbu yang tidak masuk akal tapi tetap dinantikan.

Dibangun dari premis musuh jadi cinta yang sudah jadi formula sejuta umat, film ini menambahkan sedikit kedalaman dengan isu sosial yang masih relevan: bagaimana media memandang perempuan dan bagaimana mencari cinta di dunia modern. Ya, di luar gelak tawa dan adegan-adegan menggemaskan, film ini menyelipkan kritik. Mencoba, setidaknya.

Pesan Feminisme atau Sekedar Tempelan?

Acara pencarian jodoh yang menjadikan pria sebagai hadiah utama sementara para perempuan bersaing mati-matian dengan modal penampilan (kecantikan) dan ketrampilan-ini semua terdengar seperti mimpi buruk bagi feminisme modern. Belum lagi, hadiah kemenangan yang seringkali dikaitkan dengan materi. Seolah-olah dalam dunia modern ini, perempuan masih harus bertanding untuk mendapatkan validasi dari seorang pria.

Tapi tenang, film ini tidak berniat menekan gas terlalu dalam mengenai kritik sosial. Fokus utamanya tetap pada romansa antara Kiara dan Reuben (yang diperankan secara apik oleh Sheila Dara dan Reza Rahardian), yang berangkat dari kebencian, berbelok ke pertemanan, dan akhirnya… Yah, Kamu pasti tahu kelanjutannya.

Karakter -Karakter Yang Bewarna, Meski Tak Selalu Mendalam

Yang membuat film ini lebih dari sekedar kisah cinta klise adalah hadirnya para karakter pendukungnya. Jimmy, misalnya. Yang diperankan oleh Kevin Julio, karakter Jimmy selalu menjadi suara logika bagi Reuben. Sementara Dita (diperankan oleh Dea Panendra) berfungsi sebagai sahabat Kiara yang tidak hanya ada untuk menyemangati, tapi juga mempertanyakan tindakannya.

Namun tidak semua bagian film ini berjalan mulus. Paruh keduanya terasa agak membosankan, mungkin karena film ini mencoba memaksa kedalaman emosional yang sebetulnya tidak terlalu diperlukan. Untungnya, menjelang akhir Robert Ronny selaku sutradara memberi sedikit sentuhan yang membuat penonton tetap terpaku. Apakah kita benar-benar peduli pada hubungan Reuben dan Kiara? Mau tak mau, kita dibuat peduli.

Visual Cantik, Musik yang Pas, dan Sebuah Angin Segar Untuk Romansa Komedi

Dari segi estetika, film ini jelas memenangkan hati. Warna-warna yang terkoordinasi dengan baik, pemilihan lagu yang mendukung suasana, semuanya membuat pengalaman menonton semakin menyenangkan. Bisa dibilang, ini adalah film yang dibuat untuk dinikmati, bukan untuk diulik terlalu dalam.

Mungkin “The Most Beautiful Girl in The World” tidak membawa sesuatu yang baru, tapi film ini mengingatkan kita bahwa romansa komedi tidak harus ditinggalkan begitu saja. Jika Kamu rindu akan film ringan yang menyenangkan, ini adalah pilihan yang tepat.

Dan ya, Kamu bisa menontonnya di Netflix mulai Jumat, 14 Februari 2025. Karena siapa tahu, Kamu juga ingin sedikit percaya lagi pada cinta-walaupun hanya selama durasi film ini berjalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *