Horor Indonesia Naik Kelas (Lagi): Hadrah Daeng Ratu Rebut Best Director Cheval Noir Competition di Ajang Fantasia International Film Festival 2025

Dunia akhirnya mulai paham bahwa horor Indonesia bukan hanya soal setan yang doyan nongkrong di pohon pisang atau jadi penghuni bangunan kosong. Hadrah Daeng Ratu, sutradara dengan karya barunya yaitu film “Kitab Sijjin & Illiyyin”, baru saja memenangkan penghargaan Best Director Cheval Noir Competition di ajang Fantasia International Film Festival 2025 yang digelar di Montreal, Quebec, Kanada.

Festival yang sudah eksis sejak tahun 1996 ini memang jadi panggung bagi film-film bergenre horor, thriller, dan fantasi dari seluruh dunia. Tahun ini berlangsung sejak 16 Juli hingga 3 Agustus 2025. Di tengah barisan karya gelap nan absurd dari berbagai negara, Hadrah Daeng Ratu berhasil membuat juri berkata, “Oke, horor dari Indonesia tenyata tidak kalah menggigit.”

Tidak berhenti di situ, kabar baik lainnya yang sudah diumumkan jauh sebelum film “Kitab Sijjin & Illiyyin” rilis di bioskop, hak distribusi global film ini dipegang oleh Barunson E&A (rumah produksi Korea yang dulu memproduksi film pemenang Best Picture Academy Awards “Parasite”). Artinya, film ini berpotensi tayang di berbagai negara, bukan hanya di bioskop Indonesia saja.

Penghargaan ini sekaligus menegaskan bahwa horor Indonesia bisa lebih dari sekadar jump scare murahan. Hadrah Daeng Ratu membuktikan bahwa atmosfer, cerita, dan eksekusi teknis yang kuat bisa membuat film lokal masuk ke radar internasional.

Berikut daftar lengkap pemenang Cheval Noir Competition di ajang Fantasia International Film Festival 2025:

Best Film “Mother of Flies”

Special Jury Mention (Best Film) “New Group”

Best Director Hadrah Daeng Ratu (“Kitab Sijjin & Illiyyin”)

Best Screenplay Connor Diedrich & Samuel Johnson (“Terrestrial”)

Best Cinematography – Alex Metcalfe (“Cielo”)

The Sandro Forte Award for Best Motion Picture Score H6LLB6ND6R (“Mother of Flies”)

Outstanding Performance Award Ui Mihara (“I Fell in Love a Z-Grade Director in Brooklyn”)

Dengan capaian ini, tidak ada alasan lagi untuk meremehkan horor Indonesia. Kalau dunia bisa teriak ketakutan karena karya Hadrah Daeng Ratu, masa kita di sini masih sibuk bilang, “Ah, paling hantunya kuntilanak lagi”?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *