Ketika kisah penuh drama, air mata, dan perselingkuhan tingkat dewa diangkat ke layar lebar, ekpektasinya jelas: boom penonton! Apalagi kalau kisah itu milik Norma Risma, yang pernah mengguncang jagat maya karena diselingkuhi suaminya sendiri…. dengan ibu kandungnya. Iya, kamu tidak salah baca. Itu drama kisah nyata, bukan kisah di sinetron.
Tapi sayangnya, ketika film Norma tayang di bioskop, yang viral justru… sepinya studio hingga beberapa terpaksa turun layar. Di hari kelima penayangannya, film Norma Antara Mertua dan Menantu hanya berhasil meraih sekitar 190.000an penonton saja. Jumlah yang mungkin cocok untuk acara halal bihalal RT, bukan film yang mengusung kisah “viral berjuta views.”

Sementara itu, di kursi sebelah, film Pabrik Gula melaju manis tanpa banyak drama-kecuali di ceritanya, tentu. Dalam lima hari, film ini sudah diserbu lebih dari 1,5 juta penonton. Luar biasa. Gula di mana-mana, penonton pun ramai. Sementara film Norma? Yah seperti kisah aslinya: Menyakitkan!
Yang menjadi pertanyaan: Kenapa film Norma bisa sepi? Bukan kah publik Indonesia doyan drama? Apakah kisah viral yang menghebohkan sosial media ternyata tidak cukup kuat untuk menghebohkan bioskop? Atau mungkin karena penonton lebih suka nonton kisah aslinya di TikTok 12 part daripada versi film 2 jam yang penuh narasi tapi minim rasa.
Bisa jadi film ini terlalu sibuk mengemas tragedi jadi estetika, sampai lupa bahwa penonton datang bukan cuma untuk merenung, tapi juga merasakan. Dan sayangnya, yang dirasakan di film Norma lebih mirip seperti ditikung motor ninja saat sedang jalan kaki-kaget, tapi tidak sampai menikmati apa pun.
Ini bisa jadi pelajaran bahwa tidak semua kisah viral cocok menjadi film. Kadang, yang dramatis di dunia nyata malah jadi datar di layar lebar. Mungkin ke depannya, jika mau mengangkat kisah viral, jangan cuma ambil ceritanya, ambillah juga emosinya, konfliknya, dan yang paling penting: jiwanya.
Tapi, ya sudahlah . Tidak semua film (lebaran) harus jadi sukses. Kadang, mereka cuma hadir untuk menjadi pelajaran. Seperti halnya film Norma Antara Mertua dan Menantu, yang kini bisa disebut bukan hanya sebagai kisah tragis seorang anak-tapi juga sebagai film tragis yang (nyaris) tak ditonton orang.