Langkah berani diambil oleh Barunson E&A, rumah produksi peraih Oscar lewat film “Parasite”. Mereka sudah resmi mengamankan hak cipta untuk remake internasional tiga film produksi Imajinari yaitu film “Agak Laen”, “Tinggal Meninggal” dan “Agak Laen 2”. Tapi yang jadi pertanyaan: kenapa harus komedi Indonesia?
Alasannya memang tidak dijabarkan secara rinci, tapi dari peryataan CEO Barunson E&A, Yoonhee Choi, terungkap bahwa mereka melihat sesuatu yang lebih sekedar tawa. “Kami melihat Imajinari sebagai studio yang unggul dalam menceritakan kisah relevan tentang keluarga, cinta dan hubungan antar manusia – tapi dengan perspektif segar dan menghibur,” ujar Yoonhee Choi dikutip dari Variety.

Barunson E&A bukan sekedar beli lisensi saja karena angka penonton yang tinggi (meskipun film “Agak Laen” berhasil mencetak lebih dari 9 juta penonton), tapi karena mereka mencium aroma kuat dari konten yang autentik dan universal. Menurut mereka, Imajinari menyuguhkan cerita lokal yang bisa dibawa ke pasar global tanpa kehilangan jiwanya. Sebelum membeli lisensi untuk remake film ini, Barunson E&A beberapa kali ikut produksi film Indonesia seperti “13 Bom di Jakarta”, “Malam Pencabut Nyawa” dan film reboot “Rangga & Cinta”.
Dalam lanskap perfilman global yang makin jenuh oleh formula Hollywood, Barunson E&A tampaknya mengincar konten yang ‘berbeda tapi dekat’ – unik secara budaya, tapi tetap menyentuh sisi emosional universal. Imajinari dinilai berhasil menyuntikkan hal itu ke dalam film-filmnya, bahkan lewat genre komedi yang sering kali dianggap sebelah mata di ranah festival maupun distribusi global.

Bagi Barunson E&A, ini bukan hanya urusan bisnis atau tren Asia Tenggara yang sedang naik daun. Ini adalah strategi jangka panjang untuk menggali cerita-cerita segar dari kawasan yang selama ini belum dilirik cukup serius oleh industri film dunia. Mereka tidak ingin hanya jadi ‘produser film “Parasite””, tapi juga pionir dalam menjembatani pasar Asia ke ranah global – dan Imajinari adalah mitra yang pas untuk itu.

Apakah remake film “Agak Laen” versi internasional nantinya akan bisa membuat dunia tertawa dalam bahasa yang berbeda? Barunson E&A tampaknya yakin. Dan keputusan ini menandakan satu hal: industri film Indonesia bukan lagi pelengkap, tapi kandidat utama dalam peta konten global.