Film “Jumbo” sebuah kisah animasi lokal tentang seorang bernama Don yang ingin tampil di panggung acara rumahnya dengan membawa kisah yang dibuat oleh kedua orangtuanya, secara mengejutkan, mencatat sejarah: menyalip film horor penuh gaib dan gosip, KKN di Desa Penari, dan resmi menjadi film Indonesia paling laris sepanjang masa.
Dan yang lebih bikin kuping panas sebagian orang: Jumbo mencapai angka ini tanpa harus nyuruh orang penonton beli tiket versi tambahan, versi panjang, versi sutradara tau versi mahasiswa pulang lagi ke desa itu”. Semuanya satu versi, original cut, tayang pada 31 Maret 2025, dan terus ditonton sampai tembus lebih dari 10.060.000 penonton dalam 63 hari.
Meanwhile, KKN di Desa Penari? Silahkan cek faktanya. Jumlah penonton akumulatif nya dihitung dari gabungan versi awal + versi panjang + versi LBM (Lelah Banget, Mas).

Satu Film, Satu Cerita, Satu Rekor
Cinepoint, dalam unggahannya yang Viral, menyatakan “Jumbo” telah resmi mengalahkan “KKN di Desa Penari” (10.061.033 admissions) dan itu tanpa trik sulap statistik.
“JUMBO has statistically surpassed KKN di Desa Penari (10,061,033 admissions) and is officially Indonesia’s #1 highest-admission film,” tulis akun mereka, sambil menyisipkan glitter digital dari rasa puas yang tak terkatakan.
Dan yah, itu baru angka. Belum ngomong soal isi.
Cerita tentang Bocah dan Buku, Tapi Tamparannya Selevel Bazoka
Film ini bercerita tentang Don, seorang bocah yang kehilangan buku warisan orang tuanya, lalu memutuskan untuk tidak menyerah dan mengejar panggung. Gak ada pocong, gak ada tuyul, gak ada kutukan. Tapi justru itu yang bikin nendang.
Dengan visual animasi kualitas festival, pengisi suara dari para raja-ratu industri musik dan hiburan (Ariel NOAH, BCL, Angga Yunanda, Cinta Laura), dan tanpa jualan rasa takut, film ini bikin jutaan orang rela antri nonton. Gak pake embel-embel jump scare norak atau marketing seram.
Dan yang lebih “absurd”: film ini bakal tayang di 17 negara, termasuk Malaysia, Singapura, bahkan Rusia. Sesuatu yang bahkan film horor paling viral pun belum tentu bisa banggakan.
Rekor Murni. Tanpa “Edisi Khusus”
Kalau mau jujur, angka 10 juta penonton dari “KKN di Desa Penari ” itu didapat setelah tayang tiga kali dengan tiga versi beda, termasuk versi “LBM Extended” yang entah kenapa masih banyak yang nonton meski ceritanya itu-itu aja. Tapi oke lah, kita anggap sah.
Tapi Jumbo? Satu versi. Satu momentum. Dan tetap menang.
Ini kayak band indie yang gak pernah ikut talent show, gak pernah lipsync, tapi tiba-tiba headliner di festival internasional.
Industri Film Indonesia: Ketika Tulus Lebih Tajam dari Teror
Kemenangan Jumbo ini bukan cuma soal angka. Ini tamparan halus—atau mungkin keras banget—untuk industri yang terlalu sering meremehkan animasi, cerita keluarga, dan pesan moral yang gak sok edgy. Film ini bukti bahwa penonton Indonesia gak bego. Mereka tahu mana yang tulus, mana yang numpang tenar.
Ini bukan cuma soal rating, ini tentang keberanian. Keberanian bikin cerita yang jujur. Tentang keluarga. Tentang kehilangan. Tentang tumbuh.
Dan siapa sangka? Cerita kayak gitu ternyata bisa bikin sejarah.
Akhir Kata: Yang Murni Menang. Yang Jujur Bertahan. Yang Gimmick… yaudah
Don gak punya kekuatan super. Dia bukan anak indigo. Dia gak bisa ngeliat setan. Tapi dia bisa bikin penonton datang 10 juta kali ke bioskop. Karena kekuatan sebenarnya bukan mistis. Tapi niat. Dan naskah yang ditulis dengan cinta, bukan kalkulasi algoritma horor viral.
“Jumbo” adalah pengingat bahwa kita bisa bikin film yang besar, tanpa harus takut-takutin orang, tanpa harus bikin “versi baru karena penontonnya turun.” Cuma butuh cerita bagus dan keberanian buat gak ikut arus.