Film “Jumbo” dan Euforia 1 Juta Penonton: Antara Lompatan Besar atau Viral Lokal Semata?

Dalam lima tahun, ratusan animator lokal bekerja siang malam demi menciptakan film Jumbo. Film animasi yang kini sukses meraih lebih dari satu juta penonton di bioskop dan dinobatkan sebagai film animasi Indonesia terlaris sepanjang masa. Sebuah pencapaian monumental untuk industri animasi Indonesia, terlebih karena film ini diproduksi sepenuhnya oleh studio lokal-visinema studios- dan bukan sekedar kolaborasi dengan rumah produksi asing.

Namun, di balik angka satu juta penonton, muncul pertanyaan penting: apakah film Jumbo benar-benar menggerakkan industri animasi Indonesia, atau justru menandai fase baru dari budaya “nonton karena FOMO”?

Film Jumbo sendiri bercerita tentang Don, seorang anak bertubuh tambun yang ingin membuktikan dirinya melalui pertunjukan bakat. Don menemukan panggilan jiwanya lewat drama panggung, terinspirasi dari buku lama peninggalan orang tuanya, yang ternyata didalamnya ada sebuah lagu yang diciptakan oleh kedua orang tuanya dan selama ini belum pernah Don dengar. Tapi seperti kebanyakan film bertema keluarga, konflik pun muncul-buku tersebut di curi, dan Don terlibat dalam petualangan yang membawa pesan moral tentang penerimaan diri, persahabatan, dan keberanian.

Film jumbo dinobatkan sebagai film terlaris Indonesia sepanjang masa (foto : Visinema Studios)

Dari sisi teknis, film Jumbo patut diapresiasi. Animasi yang rapi, pengisi suara yang dipilih secara cermat, dan pesan cerita yang jelas. Namun, keberhasilan film ini tidak lepas dari kekuatan pemasaran dan antusiasme netizen. Ramainya tagar “Geng Jumbo” dan permintaan sekuel di media sosial menunjukkan bahwa di era sekarang, persepsi publik bisa mengangkat film biasa menjadi luar biasa-asal kemasannya tepat.

Di sinilah muncul dilema. Apakah kita sedang menyaksikan lahirnya tonggak baru dalam sejarah animasi Indonesia atau hanya terpukau oleh gagasan bahwa ini “buatan anak bangsa”? Apakah kita menilai karya dari kualitas narasi dan keutuhan produksi, atau hanya dari seberapa sering film itu muncul di FYP TikTok kita?

Jangan salah, film Jumbo sangat layak mendapatkan apresiasi. Tapi industri ini harus terus berjalan lebih jauh. Satu film sukses belum bisa disebut momentum kalau tidak diikuti oleh karya-karya selanjutnya yang setara, atau bahkan lebih baik. Kita (mungkin) tidak butuh “sekuel” yang dibuat terburu-buru demi memenuhi ekspektasi pasar. Kita butuh ekosistem kreatif yang berani mengambil resiko, membangun cerita, dan konsisten memperbaiki kualitas.

Film Jumbo adalah langkah awal yang penting. Tapi langkah awal tidak akan berarti tanpa pijakan selanjutnya. Sebab jika tidak hati-hati, kita akan terjebak dalam siklus lama: mengagumi hasil kerja keras, tapi melupakan bahwa pujian kosong tanpa kritik hanya akan membuat industri kita mandek dalam euforia jangka pendek.

Jadi, mari rayakan keberhasilan film Jumbo, tapi jangan cepat puas. Karena yang lebih penting dari angka penonton adalah bagaimana film ini membuka jalan bagi animasi Indonesia untuk terus tumbuh dan berkembang-bukan sekedar viral, tapi juga bermakna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *