Film “Jalan Pulang”, Wartawan ‘Bodrex’ Datang: Gandhi Fernando dan Episode Terbaru Teror Berkedok Pers

Dalam dunia film yang glamor dan penuh lampu sorot, kadang teror tak datang dari naskah film horor atau tokoh antagonis. Ia datang dari depan meja press conference, bermodal ID pers dan mikrofon yang seolah kebal kritik. Kali ini, aktor sekaligus produser Gandhi Fernando naik ke ranah publik melalui akun media sosialnya, bukan untuk mempromosikan film, tapi untuk “menelanjangi” satu nama yang sudah lama menghantui industri hiburan: Arul. Bukan karakter fiktif, tapi wartawan sungguhan-yang menurut Gandhi, sukses menjadi contoh hidup jurnalisme yang tak tahu malu.

Semua Meledak di Prescon Film Jalan Pulang

Kekesalan Gandhi memuncak dalam press conference film Jalan Pulang yang dibintangi oleh Luna Maya, Taskya Namya dan Shareefa Daanish, serta disutradarai oleh Jeropoint, yang sebelumnya sukses dengan berbagai cuitan maupun thread horor diantaranya Di Ambang Kematian. Alih-alih momen hangat untuk membahas proses kreatif film, sesi tanya jawab berubah menjadi ruang interogasi ketika Arul melontarkan pertanyaan ke Taskya Namya dan Jeropoint yang dinilai Gandhi sangat tidak etis-kasar, insinuatif, dan bernada menjatuhkan. Bukan hanya mengganggu, tapi mempermalukan.

Dan disinilah Gandhi lewat akun media sosial miliknya, tak lagi main teka-teki. Ia menyebut nama: Arul. Tanpa sensor. Tanpa Kode. Tanpa “oknum”. Tidak ada lagi “netizen menduga”, karena Gandhi sendiri yang buka kartu. Dunia tahu sekarang-dan industri film mengangguk pelan: “akhirnya.”

Gandhi Fernando, aktor dan produser film (sumber foto: istimewa)

Lebih Parah dari Ibo, Sosok yang Sudah Diblokir di Berbagai Premiere Film

Kalau Ibo adalah karakter absurd yang menyusup demi konten dan clout, maka Arul, menurut Gandhi, adalah babak berikutnya: seseorang yang datang, duduk, bertanya tanpa sopan santun, dan tetap menulis seolah dia sedang balas dendam pada naskah. Dan ini bukan satu kali. Arul, dalam narasi Gandhi, adalah simbol dari jurnalisme bodrex-wartawan yang menulis bukan demi publik, tapi demi ego dan, mungkin, uang rokok.

Boikot atau Bungkam?

Gandhi menyerukan satu hal: boikot. Bukan pada jurnalis, tapi wartawan seperti Arul-yang membawa profesi mulia ini ke titik nadir, menjadikan konferensi pers sebagai panggung drama, dan menjadikan aktor (atau sutradara) sebagai target kebencian tersembunyi. Ia menyerukan kepada sineas untuk tidak lagi memberi ruang, tidak lagi memberikan panggung kepada yang tidak layak tampil.

Suasana press conference film “Jalan Pulang” (foto; istimewa)

Arul: Nama yang Kini Jadi Simbol

Tak butuh waktu lama untuk nama ini menyebar seperti judul clickbait. Arul, yang sebelumnya mungkin hanya dikenal dalam kalangan sempit, kini jadi simbol yang lebih besar: tentang bagaimana industri hiburan sering kali dikepung oleh suara yang keras, tapi kosong. Oleh mikrofon yang merekam untuk keuntungan pribadi, bukan publik.

Wartawan Bodrex dan Dunia yang Membiarkan Hidup

Mungkin ini saatnya industri hiburan dan media duduk dalam satu ruangan yang sama, bukan untuk press conference, tapi untuk terapi kelompok. Karena ternyata, semua sama-sama lelah. Wartawan etis lelah disamakan dengan wartawan bodrex. Sineas lelah harus tersenyum pada pertanyaan yang menusuk. Dan publik? Mereka bahkan tidak tahu kalau banyak berita hiburan disusun di atas ego, bukan etika.

Penutup: Gandhi Mencabut Kabel Mikrofon, Bukan Demokrasi

Apa yang dilakukan Gandhi Fernando bukan sensor. Ini perlawanan. Sebuah teguran keras pada sistem yang terlalu lama membiarkan tikus berpakaian jurnalis masuk ke dapur orang lain. Dan lewat film Jalan Pulang, kita mungkin tak hanya diajak pulang ke rumah-tapi juga pulang akal sehat dan batas sopan santun.

Sebab, bahkan di dunia selebritas, harga diri bukan barang diskon.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *