Film-Film yang Dianggap Gagal di Rumah Sendiri, Tapi Mendadak Jenius Setelah Nongol di Netflix!

Dunia memang tidak adil. Tapi tidak sejahat industri film Indonesia dan Korea yang kadang hobi menelantarkan karya sendiri. Untung masih ada Netflix, tempat di mana film-flop bisa bereinkarnasi jadi cult classic, viral TikTok, dan trending global. Karena kadang, film yang gak dimengerti di bioskop Senayan, justru dipahami di ruang tamu remaja Argentina.

Dear David (2023)

Status lokal: Nyaris dikubur hidup-hidup

Status global: Bangkit dari kubur, jadi Top 10 Netflix dunia

Ketika tayang di bioskop Indonesia, Dear David nyaris tidak terdengar. Mungkin karena publik masih sibuk nonton film horor kelima belas bulan itu, atau mungkin karena ide cerita “cewek nulis fanfic mesum” dianggap terlalu liar buat sinema nasional yang masih terobsesi dengan makhluk halus dan trauma keluarga. Tapi begitu film ini nongol di Netflix,

Fanfic. Seksualitas remaja. Self-discovery. Isu sosial.Sesuatu yang bikin penonton Indonesia saling pandang tak nyaman, justru bikin Gen Z Brasil dan Meksiko nangis sambil share quote di TikTok.

Moral cerita: Kalau kamu gak bisa viral di Cilandak, cobalah di Costa Rica

Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2021)

Status bioskop: Pemenang festival yang ditonton dengan ekspresi bingung

Status Netflix: Cult classic penuh kekaguman palsu di kolom komentar

Waktu menang Locarno Film Festival, semua media nasional kompak bikin headline: “Film Indonesia Menang di Luar Negeri!”Tapi begitu tayang terbatas di bioskop, penonton lokal lebih sibuk tanya, “Ini film tentang apa sih sebenernya?

Dari kekerasan maskulin toxic, estetika VHS, sampai kemarahan sosial ala 80-an, film ini memang bukan untuk semua orang. Tapi di Netflix? Film ini jadi bacaan wajib para sinema hipster yang senang menganggap diri paham sesuatu yang sebenarnya membingungkan.

Minimal, kamu bisa nonton Joe Taslim marah-marah pakai jaket kulit dan bilang: “Ini bukan action, ini kritik sosial.”

Guru-Guru Gokil (2020)

Status bioskop: Gagal tayang, nyaris terlupakan

Status Netflix: Comeback berkat Dian Sastro dan marketing algoritma

Waktu diumumkan, semua senang: “Dian Sastro balik! Tapi bukan main!”

Sayang, pandemi datang, dan film ini pun jadi korban. Awalnya dipandang remeh karena judulnya kayak sinetron jam 2 siang. Tapi di Netflix, orang-orang mulai sadar: eh ini lucu juga. Aktingnya oke. Ceritanya ringan tapi punya hati. Dan guru-gurunya… gak segokil judulnya sih, tapi setidaknya gak toxic kayak guru-guru di utas Twitter.

Netflix lagi-lagi membuktikan: kadang yang kamu butuhkan bukan penonton, tapi placement yang strategis dan icon Dian Sastrowardoyo di thumbnail.

Yuni (2021)

Status bioskop: Film festival darling yang disia-siakan

Status Netflix: Diselamatkan oleh penonton feminis global

Yuni menang di Toronto International Film Festival. Tapi di bioskop Indonesia? Sepi. Mungkin karena posternya terlalu ungu. Atau karena publik lebih suka cewek remaja yang kerasukan ketimbang cewek remaja yang mempertanyakan patriarki.

Tapi begitu tayang di Netflix, semua berubah. Para penonton internasional memeluk Yuni seperti novel sastra yang selama ini mereka cari. Ceritanya puitis, aktingnya halus, dan pesannya… terlalu dewasa untuk penonton lokal yang lebih sibuk debat ‘cewek baik-baik vs cewek open BO’ di komentar TikTok.

My Name (2021)

Status Korea: Tumbal kejayaan Squid Game

Status Netflix: Rise of Han So-hee the Terminator

Rilis bersamaan dengan Squid Game, membuat My Name otomatis jadi bayangan. Tapi diam-diam, Han So-hee jadi pahlawan baru penonton global yang doyan cewek bales dendam sambil berdarah-darah.

Korea mungkin gak segitu hebohnya. Tapi penonton global? Mereka siap menyembah. Satu-satunya keluhan: rambut Han So-hee terlalu sempurna untuk cewek yang habis mukul orang.

Tastefully Yours (2025)

Status Korea: Drama healing yang bikin pemirsa pengen pindah channel

Status Netflix: TikTok healing edits overload

Drama roncom berlatar Jeonju, Korea Selatan ini dicap membosankan di Korea. Tapi dunia melihatnya beda: ini adalah ode untuk luka masa muda, cinta yang dalam diam, dan pemandangan yang menyembuhkan.

TikTok penuh edit Kang Ha-neul siram tanaman dan Go Min-si nangis depan dapur. Healing overload.

Penutup: Jangan Takut Gagal, Asal Masuk Netflix

Kalau bioskop lokal gak paham film kamu, jangan sedih. Kalau rating TV Korea nyungsep, jangan khawatir. Netflix selalu ada untuk mengubah karya gagal jadi mahakarya, minimal di algoritma.

Siapa tahu suatu hari, sinetron Azab bisa masuk Netflix dan dikaji sebagai “eksplorasi spiritual kelas pekerja urban melalui metafora maut.”

Sampai saat itu datang: teruslah berkarya—karena gagal di bioskop bukan berarti gagal di dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *